Ecotalk, Bicara tentang Perempuan dan Lingkungan 

Tajuk “Ecotalk” menjadi salah satu rangkaian agenda Daur Resik untuk menyuarakan One Day  One Voice dan kampanye stop kekerasan terhadap perempuan (bertepatan dengan 16 Hari Anti  Kekerasan terhadap Perempuan #16HAKTP). Ecotalk ini dilaksanakan pada tanggal 5 Desember  2021 di pelataran taman hotel The Royal Ambarrukmo dan disiarkan langsung di Instagram  @daurresik. Ecotalk membahas produk lokal ramah lingkungan yang diinisiasi oleh para  perempuan yang tergabung dalam artisan Pasar Wiguna Yogyakarta. 

Seperti beberapa hari yang lalu, cuaca di hari Minggu itu sungguh tidak menentu. Sebentar hujan,  sebentar sangat panas. Tim Daur Resik berangkat dari Klaten menuju Yogyakarta menggunakan  Cheche, bersama beberapa adik dari Sampah untuk Sekolah.

 

Selain Ecotalk yang dilakukan secara  hybrid, Daur Resik juga membuka stand drop point sampah. Sehingga pengunjung yang datang  bisa menukarkan sampah mereka dengan voucher khusus untuk membeli jajanan lokal di Pasar  Wiguna. Hujan yang begitu deras di pagi hari, membuat persiapan kami dan tenant lain cukup  lama. Biasanya jam 8 pagi sudah ramai pengunjung, kali ini mundur hingga jam 9, karena hujan  dan angin yang lumayan kencang. 

Ketika sudah mulai reda, Ecotalk dan drop point pun dimulai. Ecotalk kali ini dipandu oleh Fauzan,  kenalan dan ngobrol soal produk ramah lingkungan yang ada di Pasar Wiguna. Dari banyak artisan  yang ada di lokasi, ada Maktea dan Kanaya Culinary. 

Maktea. Awalnya kami mengira Maktea adalah produk teh. Ternyata bukan. Maktea  menghadirkan aneka jajanan pasar tradisional yang diemas dengan sentuhan kekinian ala anak  muda. Maktea adalah panggilan kesayangan dari anak-anak perempuannya. Perempuan perempuan muda inilah yang hadir sebagai artisan membawa brand Maktea. Dalam bahasa Jawa,  “Mak” atau “Mamak” artinya ibu. Sebuatan itu sering kali ditemui di wilayah pedesaan. Tea adalah  panggilan mereka untuk ibunya. Lahirlah brand “Maktea”, atas kerja sama ciamik dari sebuah  keluarga.

“Ibuk yang masak, kami anak-anaknya yang promosikan. Bisa dilihat kemasannya. Jajan  pasar, tapi kemasannya ngga pasaran” begitu sahut mereka menjelaskan. Makanan andalan Maktea  bagi Daur Resik adalah kroket dan donat gula halus. Top sekali!

Kita berpindah ke Kanaya Culinary. Cerita Kanaya bermula dari Mbak Kanaya, perempuan asal  Turi yang melihat potensi di sekitarnya. Ya, Turi terkenal dengan perkebunan salaknya. Dengan  semangat memberdayakan warga lokal, Mbak Kanaya mengubah salak menjadi macam-macam  olahan menarik seperti asinan, brownies salak, spiku salak, bahkan salak utuh yang belum diolah  juga disediakan. Saat itu, petaninya langsung yang mengantar salak segar dari Turi ke  Ambarrukmo. “Perempuan hebat, perempuan juga bisa” katanya saat ditanya tentang naik turun  perjuangan membangun Kanaya. Banyak sekali tokoh perempuan yang tidak tercatat dalam  sejarah, namun dicatat oleh Semesta. Kebaikannya memberdayakan potensi lokal, dicatat oleh  puluhan, ratusan, bahkan ribuan keluarga yang merasakannya, yang berdaya. 

Di waktu yang bersamaan, drop point Daur Resik sudah ramai diserbu pengunjung. Mereka antre  berjajar untuk menukar sampahnya dengan voucher jajan. Dalam voucher kecil itu, Daur Resik  secara teang-terangan menuliskan dukungan dan kampanye untuk mengakhiri kekerasan seksual  dan mengajak pelanggan Daur Resik aware untuk mendukung disahkannya RUU PKS. ODOV  2021 menjadi titik terang (amat sangat terang-terangan dan gamblang) bagi Daur Resik  menyuarakan dukungan terhadap RUU PKS. Tidak semua menerima, tidak semua menyambut  dengan tangan terbuka, tapi ini adalah langkah untuk Resik mengajak para customers agar “naik  kelas” sama-sama.

 

Ditulis oleh Sidag Rurat, sebagai dokumentasi dari  Daur Resik. 

Leave a Reply

Your email address will not be published.