Relawan Lingkungan untuk Perubahan Sosial – Short Course Day #1

Halo semua! Kenalkan, nama saya Ruri sebagai salah satu pengurus #SampahUntukSekolah. Pada tanggal 4-8 Maret 2020, saya diberi kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang issu lingkungan dan perubahan sosial yang bertlokasi di Bogor. Judul pelatihan atau short course ini adalah Relawan Lingkungan ntuk Prubahan Sosial.

Terima kasih banyak #SampahUntukSekolah yang sudah memberikan akses seluas-luasnya untuk saya meningkatkan kapasitas. Saya juga berterima kasih pada Kak Margianta Surahman Juhanda Dinata (@margianta) yang sudah memberikan dukungan berupa free entry pada pelatihan yang harganya jutaan tersebut.

Sampai di Bogor, pada tanggal 4 Maret, kami datang paling pagi. Sekitar jam 8 pagi, namun masih menunggu panitia dan peserta lain datang ke lokasi. Tempat short course ini ada di area Bogor Puncak, tepatnya di GG House Happy Valley. Sedangkan panitia dan peserta lain berangkat bersama dari kantor RMI, yaitu di Bogor kota. Oh iya, short course ini diadakan oleh RMI. Jika penasaran tentang RMI, bisa dicek di web RMI dengan klik di sini.

Nah, ada 18 peserta yang ikut dalam pelatihan ini. Selama empat harin, kami akan belajar tentang isu-isu sosial dan lingkungan, serta dituntut untuk berpikir kritis, sistematis, dan menyeluruh dalam menganalisis sebuah persoalan.

Materi yang dipelajari adalah:  Mindfulness & Kepemimpinan, Kebijakan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA), Kesetaraan Jender & Inklusi Sosial, Etika Lingkungan, Ekologi Politik, Kebijakan dalam PSDA, Kemiskinan Struktural, Ekonomi dan Kearifan Lokal, kemudian dilanjutkan dengan observasi sosial di lingkungan sekitar lokasi pelatihan.

Hari pertama #1

Banyak yang bilang kalau tak kenal, maka tak sayang. Hari pertama seperti biasa agendanya adalah mengenal satu sama lain. Perkenalan ini lumayan unik. Kami dibeli kertas dupleks berwarna putih yang biasa digunakan untuk kotak makan di acara hajatan. Kami juga diberi koran dan spidol warna. Nama metode ini adalah ‘Box Gua Banget’, di mana peserta diminta untuk mengkreasikan kotak yang sudah disediakan, sehingga bisa menggambarkan diri masing-masing, setelah itu dipersentasikan. Dari sini, saya jadi makin mengenal latar belakang teman-teman pesrta-alasan mreka di sini, komunitasnya, gerakannya, dll.

Setelah itu, kami belajar mindfulness. Mindfulness ini digunakan untuk melatih fokus dengan cara mengatur pernafasan. Dengan materi mindfulness ini, berasa jadi lebih peka. Awalnya sederhana sekali. Kami hanya diminta duduk berdiam dan tidak melakukan apa-apa. Tapi dengan begitu, semua gerakan sekecil apapun jadi terasa. Tangan yang bergerak, suara arus sungai, embusan angin, dll. Semua benar-benar terasa dan yaaaah.. berasa lebih segar.

Malamnya, kami menonton film The Impossible Dream. Film ini sudah saya tonton beberapa kali. Yah, karena materi tentang gender sudah saya daat sejak SMP, jadi untuk materi gender ini saya lebih banyak mendengarkan cerita dari peserta lain. Dalam film itu, ditayangkan seorang perempuan yang dari pagi buta sudah mengurus rumah, menyiapkan keperluan anaknya yang akan sekolah dan suaminya yang akan bekerja. Setelah mengantar sekolah, dia akan berbelanja, menjemput anaknya, kkembali ke rumah dan melakukan banyak pekerjaan lagi. Oh iya, anaknya ada dua. Nah si siami saat pulang ke rumah hanya menonton TV bersama anak lelakinya. Sedangkan anak perempuan membantu si ibu. Saat malam hari, perempuan itu bermimpi indahnya keluarga yang pekerjaannya dilakukan bersama-sama. Tapi sekali lagi, kita ingat judul filmnya. The Impossible Dream.

Kenapa sih, impossible? Karena ketidaksetaraan gender di lingkungan sekitar kita masih sangat nyata terasa. Perempuan dianggap lebih lemah dan rendah daripada laki-laki. Perempan diidentikka dengan urusan dapur dan rumah. Bahkan akses pendidikan pun, perempuan juga sering tersisih karena dididik untuk tidak bersekolah tinggi, cukup bersuami.

Hari pertama telah usai, nantikan kelanjutannya di cerita hari ke tiga!

Leave a Reply

Your email address will not be published.